Jumat, 29 Mei 2009

Gas Metana Batubara (CBM) Energi Masa Depan

"Era minyak sudah surut, sekarang kita ganti dengan batu bara dan gas. Batu bara dan gas menjadi energi primadona dan paling murah yang berlimpah di negara kita. Saat ini kita mulai eksplorasi gas alam, coal bed methane," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro.
CBM, kata Purnomo, sumbernya melimpah di Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Selatan. "Cadangan CBM secara nasional mencapai 453 triliun standar kaki kubik atau trillionstandard cubic feet (TSCF)," ujarnya.
Berdasarkan data Bank Dunia, konsentrasi potensi terbesar terletak di Kalimantan dan Sumatera. Di Kalimantan Timur, antara lain tersebar di Kabupaten Berau dengan kandungan sekitar 8,4 TSCF, Pasir/Asem (3 TSCF), Tarakan (17,5 TSCF), dan Kutai (80,4 TSCF). Kabupaten Barito, Kalimantan Tengah (101,6 TSCF). Sementara itu di Sumatera Tengah (52,5 TSCF), Sumatera Selatan (183 TSCF), dan Bengkulu 3,6 TSCF, sisanya terletak di Jatibarang, Jawa Barat (0,8 TSCF) dan Sulawesi (2 TSCF).
Di tempat serupa, Sekretaris Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Departemen ESDM Teguh Pamuji menerangkan, kontrak untuk eksplorasi CBM telah ditandatangi antara PT Emdco Energy dengan PT Ephindo untuk lahan di Blok Sekayu di Kabupaten Musi Banyu Asin (Muba), Sumatera Selatan. "Diharapkan tiga tahun ke depan, atau tahun 2011, CBM sudah dapat dipasarkan," ujar Teguh.
Sebelumnya, PT Petro Muba, Sekayu, Musi banyuasin (Muba), dan PT Epjhindo sepakat bekerja sama mengeksplorasi CBM. Kemudian PT Elnusa Drilling Service, anak perusahaan PT Elnusa, memenangi tender pengerjaan tiga sumur uji coal bed methane (CBM) di lapangan Rambutan SSE Blok Sumatera Selatan. Elnusa dinyatakan menang dalam pelelangan yang diadakan PPPTMGB Lemigas. PT Perusahaan Gas Negara (PGN) akan mengembangkan Coal Bed Methane (CBM) untuk menggantikan gas bumi.
Bentuk CBM sama halnya dengan gas alam lainnya. Dapat dimanfaatkan rumah tangga, industri kecil, hingga industri besar. CBM biasanya didapati pada tambang batu bara non-tradisional, yang posisinya di bawah tanah, di antara rekahan-rekahan batu bara. Agar lebih mengunutngkan, CBM lazimnya dieksplorasi setelah batu baranya habis ditambang.
Sejauh ini, biaya eksplorasi CBM masih lebih tinggi dibandingkan mengekplorasi minyak bumi. Namun, kata teguh, pada satu waktu nanti, biaya akan lebih murah sehingga CBM menjadi energi alternatif baru yang dapat dimanfaatkan masyarakat.
Saat ini, ada 20 perusahaan antre mendapatkan izin eksplorasi CBM, di antaranya perusahaan swasta pemilik kuasa pertambangan batu bara. Pengembangan teknologi untuk mengekstrak sumber energi ini pertama kali dilakukan di Amerika Serikat, yakni Alabama dan Colorado Selatan pada akhir tahun 1980. Di Amerika, gas alam jenis CBM mencapai 7 persen dari total produksi. Negara lain yang sudah mengembangkan CBM antara lain Afrika Selatan, Australia, dan Kanada. (Persda Network/domu damians ambarita)
Sumber: Kompas on Domu Damians Ambarika - 9 Juni 2008.

Rabu, 27 Mei 2009

EMP Raih 2 Kontrak Gas Metana Batubara di Kalimantan

Selasa, 05/05/2009 18:10 WIB
Alih Istik Wahyuni - detikFinance
Jakarta - PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) mendapat kontrak pengembangan blok Gas Metana Batubara (GMB) di Kalimantan. Kedua kontrak tersebut diperoleh ENRG melalui dua akan usahanya, yaitu PT Artha Widya Persada dan PT Visi Multi Artha.
ENRG memiliki 70% kepemilikan di PT Artha Widya Persada yang memiliki 100% kuasa pertambangan di Blok GMB Tabulako di Kalimantan Selatan. Selain itu ENRG juga memiliki 70% saham di PT Visi Multi Artha yang pada saat ini memiliki 60% kuasa pertambangan di Blok GMB Sangatta-2 di Kalimantan Timur. Sementara PT Pertamina Hulu Energi Metana Kalimantan B memiliki 40% kuasa pertambangan lainnya.
Sisa saham pada PT Artha Widya Persada dan PT Visi Multi Artha di miliki oleh PT Bumi Resources Tbk (BUMI).
Bonus tanda tangan yang diberikan ke pemerintah adalah sebesar US$ 1,5 juta untuk blok GBM Sangatta-2 dan US$ 1 juta untuk blok GMB Tabulako.
"ENRG dan BUMI berkomitmen untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan pengembangan pada blok-blok tersebut selama 6 tahun. Kedua kontrak tersebut berlaku selama 30 tahun sejak tanggal efektif kontrak," demikian disampaikan Presiden Direktur ENRG Christian V. Ponto dalam siaran pers yang diterima detikFinance, Selasa (5/5/2009).
Berdasarkan estimasi awal secara internal, Blok GMB Tabulako dan Blok GMB Sangatta-2 memiliki kombinasi sumber daya gas sebesar lebih dari 1.5 trilyun kaki kubik gas.
Gas Metana Batubara (GMB) adalah gas alam yang terkandung dalam batubara, dengan kandungan primernya berupa metana (CH4). Bersama mitra-mitranya, ENRG mengharapkan agar konsesi-konsesi ini dapat berdampak positif pada kinerja operasional dan finansial secara terkonsolidasi di masa mendatang.
"ENRG akan tetap fokus pada portfolionya di sektor hulu energi, dan kontrak baru di bidang Gas Metana Batubara ini akan mendiversifikasikan aktifitas bisnis perusahaan secara positif di dalam kegiatan hulu di sektor energi di Indonesia," katanya.

Regulasi Bisnis CBM di Indonesia

Secara umum, pengusahaan CBM di Indonesia mengacu pada rejim Migas. Karenanya, UU No 22 Tahun 2001 dan PP No.35 Tahun 2004 masih menjadi acuan umum, terutama mengenai bentuk dan pola PSC, di mana masing-masing blok CBM harus dikelola oleh satu badan hukum usaha. Perihal tatacara penawaran wilayah kerja pun mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No.35 tahun 2008, perihal tatacara penawaran WK migas.
Perbedaan yang mencolok dari bisnis CBM dibanding migas yaitu mengenai split antara kontraktor dengan Pemerintah. Dalam pengusahaan CBM, kontraktor mendapatkan split yang relatif besar, yakni sebesar 45% (bandingkan dengan minyak (15%) atau gas (30%)).
Berikut ini disajikan regulasi yang khusus terkait dengan bisnin CBM di Indonesia:

Peraturan Menteri No.36 Tahun 2008 merupakan revisi dari Peraturan Menteri No.33 Tahun 2006. Permen tersebut direvisi menyusul adanya berbagai persoalan terkait dengan tumpang tindih antara WK Migas dengan KP Batubara. Perubahan signifikan dari Permen 33 ke 36 adalah menyangkut persyaratan KP Batubara yang mendapatkan prioritas pertama dalam pengusahaan CBM di wilayah kerja yang tumpang tindih.

Dalam Permen ESDM No.36 Tahun 2008, dinyatakan dengan tegas bahwa hanya KP Batubara yang statusnya sudah eksploitasi selama tiga (3) tahun, yang mendapatkan prioritas pengusahaan CBM di wilayah tumpang tindih. Untuk KP yang statusnya masih penyelidikan umum atau pun eksplorasi, tidak mendapatkan kesempatan pertama dalam pengusahaan CBM tersebut.

Namun demikian, dalam pasal peralihan dinyatakan bahwa KP yang sudah mengajukan Evaluasi Bersama wilayah kerja CBM sebelum Permen 36 lahir, masih mendapatkan kesempatan pertama (meskipun statusnya belum eksploitasi). Hal ini membuat persoalan yang telah muncul sebelumnya menjadi tidak mudah untuk diselesaikan. WK Migas yang areanya tumpang tindih dengan WK CBM, masih harus mengakomodir KP-KP Batubara tersebut. Persoalan bertambah runyam, ketika melihat prosedur perijinan dan perpanjangan KP Batubara, sebelum UU Minerba No.4 Tahun 2009 lahir, berada di tingkat kabupaten/kota. Perpanjangan ijin KP di tingkat kabupaten/kota tersebut dilakukan dengan sangat mudah, seolah tanpa kontrol dari aparat Pemda setempat.

Di luar persoalan tumpang tindih wilayah kerja tersebut, persoalan lain yang sifatnya teknis pun belum sepenuhnya diatur oleh Pemerintah. Saat ini, Pemerintah baru akan menyusun petunjuk pelaksanaan (Juklak) teknis, commersial dan legal, yang merupakan penjabaran dari Permen 36 tahun 2008 tersebut. Semoga berjalan lancar!

by : Mas Dira

Selasa, 26 Mei 2009

PHE Kembangkan Gas Metana Batubara

Dalam rangka mendukung program pemerintah untuk diversifikasi sumber energi serta peningkatan pasokan gas nasional, PT. Pertamina Hulu Energi (PHE) bersama dengan PT. Kaltim Prima Coal (KPC) tandatangani Production Sharing Contract (PSC) untuk pengembangan Gas Metana Batubara (GMB) di Wilayah Kerja Blok Sangatta II milik PT.Pertamina EP dan PKP2B milik KPC. Penandatangan tersebut dilakukan bertepatan dengan pembukaan Indonesian Petroleum Association (IPA) Annual Convention & Exebition di Jakarta tanggal 5 Mei 2009.
Penandatanganan tersebut dilakukan oleh konsorsium anak perusahaan PHE dan KPC yaitu PT. PHE Metana Kalimantan B dan PT. Visi Multi Arta (70% sahamnya dimiliki EMP) yang masing-masing memegang Participating Interes sebesar 40% dan 60%. Setelah menandatangani PSC tersebut maka konsorsium akan melakukan komitmen masa eksplorasi selama 3 tahun pertama dengan melakukan pemboran 4 core-hole dan 4 sumur eksporasi dengan perkiraan nilai investasi sebesar USD 10 juta.
"Penandatanganan ini menunjukkan komitmen Pertamina untuk terjun dalam bisnis GMB yang merupakan salah satu sumber energi alternatif pilihan untuk program diversifikasi dan diharapkan mampu mengatasi shortage kebutuhan gas secara nasional," ujar Dwi Martono, selaku Direktur PT. PHE Metana Kalimantan B.
"Setelah masa eksplorasi selama 3 tahun ditambah tahap pengembangan selama 3 tahun, maka diharapkan produksi pertama gas GMB dari blok Sangatta II bisa on-stream pada tahun ke-7 dan sehingga dapat memasok kebutuhan gas untuk industi dan rumah tangga di sekitar wilayah operasi" tambah Dwi Martono. Bagi PHE, penandatanganan PSC GMB Blok Sangatta II ini merupakan perjanjian kerjasama PSC GMB kedua. Sebelumnya, melalui anak perusahaanya PT. PHE Metana Kalimantan A yang bekerjasama dengan PT Energi Pasir Hitam Indonesia (Ephindo) telah menandatangani PSC untuk Blok Sangatta I.
GMB atau dikenal juga dengan CBM (Coal Bed Methane) kini mulai dilirik untuk dikembangkan setelah banyak pihak mulai menyadari kurangnya cadangan gas nasional. Menurut beberapa prediksi, di tahun 2025 sudah tidak mampu lagi mengimbangi tingginya tingkat kebutuhan gas dalam negeri, sementara itu sumber gas alam yang ada sudah memiliki komitmen suplai dengan pihak lain. Potensi cadangan gas metana di Indonesia setara dengan 453 TCF sehingga mampu membantu menutupi kekurangan cadangan gas nasional. Budi menambahkan, sebagian besar potensi sumber daya GMB Nasional tersebut ada di eksisting Wilayah Kerja (WK) migas Pertamina.
Luas WK tersebut mencapai kurang lebih 120 ribu kilometer persegi (± 120.000 km2), yang tersebar di daerah Jambi (cekungan Sumatera Tengah), Prabumulih (cekungan Sumatera Selatan), cekungan Barito, Kalimantan Selatan dan cekungan Kutai Kalimantan Timur (Sangatta, Bunyu, Tarakan dsk). GMB termasuk energi alternatif yang belum tergarap secara maksimal. Tingkat pemanfaatannya bahkan masih kurang dari 2 %, padahal CBM merupakan energi alternatif yang relatif murah dan dapat diperbaharui dengan tingkat kesulitan yang tidak rumit dibandingkan pengelolaan migas konvensional. Di beberapa negara maju seperti Amerika, Canada dan Australia, lebih dari 40 % kebutuhan energi dalam negeri sudah dipasok oleh CBM."Ke depan, PHE akan terus mengembangkan bisnis GMB di wilayah kerja GMB yang kebetulan overlap dengan wilayah kerja migas milik Pertamina di sejumlah blok, antara lain Blok Sumatera Selatan 1, Blok Sumatera Selatan 2, Sumatera Selatan 3, Blok Jambi dan Blok Suban" papar Dwi Martono dengan mantap.
Sumber : Pertamina.com - 6 Mei 2009

Gas Metana Batubara Indonesia Capai 450 TCF

Palembang, GhaboNews - Sumber daya gas metana batubara (GMB) di Indonesia cukup besar mencapai 450 triliun standar kaki kubik atau "trillion standard cubic feet" (TSCF), yang merupakan sumber daya kedua terbesar di dunia setelah China.
Kabag Hukum dan Perundang-undangan Departemen ESDM, Susyanto menyampaikan itu pada saat konsultasi penawaran wilayah kerja GMB di provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) dihadapan Wakil Gubernur Sumsel, Eddy Yusuf dan pejabat Dinas Pertambangan dan Energi di Palembang, Selasa.
Menurut dia, GMB dapat digunakan sebagai energi pengganti minyak bumi yang produksinya semakin menurun.Minat investor terhadap GMB ini baik di dalam negeri maupun luar negeri cukup besar, bahkan saat ini sudah ada tujuh WK GMB yang ditetapkan yakni lima di Kalimantan dan dua di wilayah Sumatra, katanya.
Ia menyatakan, untuk wilayah Sumsel yang ditawarkan wilayah kerja GMB yakni Musi Banyuasin (Muba) area dan Muara Enim area.
Pada pertemuan tersebut sejumlah pejabat di dinas pertambangan dan energi kabupaten di Sumsel meminta kejelasan mengenai titik koordinat batas-batas kabupaten sehubungan dengan penawaran kerja GMB di provinsi itu.

Sementara itu Wakil Gubernur Sumsel, H Eddy Yusuf mengatakan, GMB ini bukan batubaranya, tetapi gas metananya dan ini yang baru, jadi potensi gas metana ada di dua kepulauan yakni di Kalimantan dan Sumatera. Untuk Sumsel sendiri dibagi menjadi dua blok yakni blok Muara Enim area dan blok Muba area ini yang ditawarkan, nanti mereka akan mengadakan penelitian dan memantapkan titik-titik koordinat wilayahnya baru setelah itu koordinasi lagi dengan bupati-bupati masing-masing. Sekarang ini, investor yang ada sudah lebih dari dua dan memang potensi GMB di Sumsel ada, tetapi tidak sebanyak yang berada di Kalimantan, ujarnya pula tanpa menyebut berapa besar potensi GMB di provinsi tersebut.
Sumber : Antara - 7 April 2009

6 Kontrak Gas Metana Batubara Diteken Mei 2009

JAKARTA - Enam kontrak kerja sama wilayah kerja gas metana batu bara (coal bed methane/CBM) akan ditandatangani pada Mei mendatang.
"Selain bagi hasil, kami juga sedang membahas insentif lain berupa keringanan pajak," ujar Dirjen Migas Evita Legowo, dalam acara The 2nd CBM World di Hotel Mulia, seperti dikutip dari situs resmi Ditjen Migas, di Jakata, Selasa (10/3/2009).
Untuk itu, lanjut Evita, untuk mendorong pengembangan CBM, pemerintah telah menyiapkan sejumlah insentif. Antara lain dengan memberikan bagi hasil yang menarik bagi investor yaitu 55 persen untuk pemerintah dan 45 persen untuk investor.
Dengan demikian, bagi hasil tersebut merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan bagi hasil di migas. Untuk minyak, bagi hasilnya adalah 85 untuk pemerintah dan 15 persen untuk investor. Sedangkan untuk gas, 70 persen untuk pemerintah dan 30 persen untuk investor.
Untuk 2009, pemerintah merencanakan untuk dilakukan penandatangan 14 kontrak CBM. Hingga saat ini 7 wilayah kerja CBM telah ditandatangi yaitu blok GMB Sekayu, Blok GMB Indragiri Hulu, Blok GMB Barito Banjar II, Blok GMB Bentian Besar), Blok GMB Sangatta I dan Blok GMB Kutai*).
Sebanyak 54 investor telah mengajukan permintaan untuk mengembangakn CBM. Dari jumlah tersebut, hanya 33 proposal yang memenuhi persyaratan.
Penawaran WK CBM dilakkan melalui penawaran langsung (direct offer) dan lelang (tender). Karena berbagai kendala, baru sistem penawaran langsung yang digunakan untuk CBM. NAmun diharapkan, pada akhir 2009, penawaran WK melalui lelang dapat dilakukan. (rhs)
Note: *) Dua blok berada di Sumatra, lima di Kalimantan. Per awal Mei 2009, Blok GMB Sangatta II (40% PHE dan 60% EMP Group) dan Blok GMB Tabulako (100% EMP Group) sudah ditandatangani.
Sumber : Okezone - 10 Maret 2009

Tiga Titik Gas Metana Batubara di Kaltim

BALIKPAPAN - Pemerintah terus berusaha meningkatkan produksi Minyak dan Gas Bumi Nasional, di antaranya adalah dengan cara kegiatan survei maupun joint study di daerah terbuka melalui kontrak kerja sama wilayah kerja Gas Metana Batubara (GMB) atau Coal bed Methane (CBM).
Kepala Perwakilan BP Migas wilayah Kalimantan Sulawesi, Agus Suryono mengatakan dari kerja sama GMB oleh pemerintah pusat dan investor, Provinsi Kaltim mendapat tiga titik GMB yang akan disurvei.
Satu kontrak kerja sama GMB hasil penawaran langsung tahap I tahun 2008, berada di wilayah kerja South East Sangatta dengan kontraktor konsorsium PT Kutai Timur Resources – Salamander Energy (SE Sangatta) Ltd.
Dua lainnya dari kontrak kerja sama hasil lelang tahun 2007/2008. Yakni wilayah kerja GMB Kutai oleh Konsorsium Kutai West CBM Inc – Newton Energy Capital Limited dan GMB Sangatta I oleh Konsorsium PT Pertamina Hulu Energi Metana Kalimantan A – Sangatta West CBM Inc.
"Dalam kerja sama hasil lelang tahun 2007/2008, terdapat empat wilayah kerja lain yang masuk dalam wilayah kerja BP Migas Kalimantan Sulawesi. Yakni GMB Barito Banjar I oleh PT Indobarambai Gas Methan dan GMB Barito Banjar II oleh PT. Barito Basin Gas. Jadi dua titik di Kaltim, dua lainnya di Kalsel," kata Agus saat ditemui Tribun, Senin (17/11).
Lebih jauh, komitmen pasti eksplorasi WK GMB dari keempat perusahaan tersebut untuk tiga tahun pertama masa eksplorasi, berupa Study G&G sebesar 650.000 dolar AS, 13 pemboran sumur eksplorasi sebesar 11,129 juta dolar AS ditambah 14 coring sebesar 3,638 juta dolar AS serta Pilot Project Phase I (dewatering dan production test) sebesar 900.000 doalr AS.
Sehingga total investasi yang ditanamkan untuk GMB ini, sebesar 16,31 juta dolar AS. Sedangkan bonus tandatangan (Signature Bonus) yang akan diterima langsung oleh Pemerintah adalah sebesar 4 juta dolar AS.
"Perlakuannya sama seperti kegiatan migas. Ada komitmen dalam tiga tahun, baru seismik dan pengeboran. Sehingga untuk mengetahui besaran cadangan GMB di dalamnya baru, harus menunggu tiga tahun lagi," ujar Agus.

Gas Metana Batubara di Kaltim
Wilayah Kerja Kontraktor
- South East Sangatta : PT Kutai Timur Resources – Salamander Energy (SE Sangatta) Ltd.
- GMB Kutai : Kutai West CBM Inc – Newton Energy Capital Ltd.
- GMB Sangatta I : PT PHE Metana Kalimantan A – Sangatta West CBM Inc.
Sumber : Tribun Kaltim - 18 November 2008

Penandatanganan 2 KKS WK Gas Metana Batubara

Penandatangan 2 (dua) Wilayah Kerja Gas Metana Batubara melalui Penawaran Langsung Wilayah Kerja Gas Metana Batubara terdiri dari Konsorsium PT. Samantaka Mineral Prima pada wilayah eksisting 11 Kuasa Pertambangan (KP) Batubara di Provinsi Riau menjadi 1 (satu) Wilayah Kerja Gas Metana Batubara dan Konsorsium PT. Ridlatama Mining Utama pada wilayah eksisting 4 KP Batubara juga menjadi 1 (satu) Wilayah Kerja Gas Metana Batubara.
Pelaksanaan evaluasi bersama atas kedua wilayah kerja melalui Penawaran Langsung Wilayah Kerja Gas Metana Batubara telah dilaksanakan bulan September 2007 s/d Januari 2008. Hasil Evaluasi Bersama, pembahasan ketentuan pokok kerjasama dan bentuk Kontrak Kerja Sama telah dilakukan oleh Tim Penilai Wilayah Kerja Gas Metana Batubara berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 040 tahun 2006 dan Nomor 33 Tahun 2006.Adapun Wilayah Kerja Gas Metana Batubara dan nama perusahaan yang ditetapkan untuk menandatangani KKS baru hasil Penawaran Langsung adalah sebagai berikut:
  1. GMB Indragiri Hulu, Riau - Konsorsium PT. Samantaka Mineral Prima
  2. GMB Bentian Besar, Kalimantan Timur - Konsorsium PT. Ridlatama Mining Utama
Ketentuan pokok kerjasama yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk kedua Wilayah Kerja yang ditandatangani antara lain meliputi: Bagi hasil produksi antara Pemerintah dengan Kontraktor adalah 60 : 40 (Konsorsium PT Samantaka Mineral Prima) dan 55 : 45 (Konsorsium PT Ridlatama Mining Utama) setelah pajak-pajak; FTP keduanya 10 % (non-share); Cost Recovery maksimum 90% setelah produksi komersial selama kontrak.
Komitmen pasti eksplorasi wilayah kerja Gas Metana Batubara dari kedua perusahaan tersebut untuk 3 (tiga) tahun pertama masa eksplorasi berupa Study G&G sebesar US$ 400 ribu, 20 (dua puluh) pemboran sumur eksplorasi + coring dengan investasi sebesar US$ 12,4 juta, Pilot Project Phase I (dewatering dan production test sebanyak 20 (dua puluh) kali dengan investasi sebesar US$ 200 ribu, sehingga total investasi adalah sebesar US$ US$ 13 juta. Sedangkan bonus tandatangan (Signature Bonus) yang akan diterima langsung oleh Pemerintah adalah sebesar US$ 2 juta.
Sampai dengan saat ini sudah terdapat 54 (lima puluh empat) perusahaan yang telah mengajukan permohonan Wilayah Kerja Gas Metana Batubara (GMB) melalui Penawaran Langsung di daerah Sumatera dan Kalimantan. Dimana terhadap BU/BUT yang telah mendapatkan persetujuan Evaluasi Bersama atau Studi Bersama, sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ESDM tentang Pengusahaan Gas Metana Batubara yang baru, tetap diproses sesuai ketentuan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 033 Tahun 2006. Terhadap usulan BU/BUT yang telah diajukan untuk melaksanakan Evaluasi Bersama atau Studi Bersama tetap dilaksanakan proses persetujuannya dengan mengacu kepada Peraturan Menteri yang baru.
Sumber: DESDM - 26 Juni 2008

Gas Metana Batubara Dijual Tahun 2009

Palembang - Hasil produksi gas metana batubara (Coal Bed Methana) atau CBM, yang diproduksi Lemigas dan Medco siap dijual 2009. Rencananya hasil produksi CBM ini akan dipasarkan untuk industri disekitar Sumatra Selatan termasuk Pusri dan PLN.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Lembaga Minyak dan Gas (Lemigas) Hadi Purnomo dalam acara peninjauan sumur CBM di Kabupaten Muara Enim, di sumur Rambutan, Sumatra Selatan, Rabu (30/4/2008)."Paling tidak tahun 2009 hasil produksi bisa mulai ditawarkan khususnya untuk industri di sekitar sini," ujar Hadi. Untuk tahap awal, volume gas yang akan dijual sebesar 1 juta kaki kubik per hari.
"Yang paling memungkinkan gasnya dialiri ke pabrik Pusri, karena pipa gas milik Medco ada yang sudah terhubung dengan pipa gas Pusri," tambahnya.
Meskipun untuk memasok kebutuhan gas bagi Pupuk Sriwidjaya (Pusri) khususnya, lanjut Hadi, memerlukan kapasitas yang lebih besar, paling tidak ia mengharapkan gas CBM yang di produksi di sumur Rambutan bisa diserap oleh PLN dan industri sekitar.
Ia menambahkan, sumur gas metana batubara yang dikembangkan Medco dan Lemigas mampu digenjot produksinya selama kurang lebih 13,7 tahun dengan volume konstan, atau tidak seperti produksi sumur gas bumi konvensional yang cenderung mengalami penurunan setiap tahun.
"Volume produksinya akan terus flat selama 13,7 tahun di kisaran 200 ribu kaki kubik per hari," kiranya.Sayangnya pihak Medco atau Lemigas masih enggan mengemukan harga gas metana ini pada saat di pasarkan nantinya. Namun bila berpatokan pada estimasi awal proyek ini, harganya diperkirakan mencapai US$ 3,5 per MMBTU.
"Awal perkiraan kami sejak proyek ini dimulai pada 2003 lalu, harga gas CBM dari lapangan ini berkisar US$ 3,5 per mmbtu," imbuhnya.
Sumber: Detik Finance - 30 April 2008